A.
Faktor pendorong perubahan sosial
1. Internal
Factor
Internal
factor (faktor dalam) adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam
masyarakat itu yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat itu sendiri
baik secara individu, kelompok ataupun organisasi. Berikut ini sebab-sebab
perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat (sebab intern).
1)Dinamika penduduk, yaitu
pertambahan dan penurunan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk yang sangat
cepat akan mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat, khususnya dalam
lembaga kemasyarakatannya. Salah satu contohnya disini adalah orang akan
mengenal hak milik atas tanah, mengenal system bagi hasil, dan yang lainnya,
dimana sebelumnya tidak pernah mengenal. Sedangkan berkurangnya jumlah penduduk
akan berakibat terjadinya kekosongan baik dalam pembagian kerja, maupun
stratifikasi social, hal tersebut akan mempengaruhi lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang ada.
2) Adanya penemuan-penemuan baru
yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru (discovery)
ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (invention).
Suatu proses social dan kebudayaan yang besar, tetapi terjadi dalam jangka
waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi
suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaanbaru yang tersebar ke lain-lain
bagian masyarakat, dan cara-cara unsure kebudayaan baru tadi diterima,
dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan
baru sebagai akibat terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam
pengertian discovery dan invention. Discovery
adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun yang
berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan
para individu. Discovery sendiri akan berubah menjadi invention, jika
masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru tersebut.
3) Munculnya berbagai bentuk
pertentangan (conflict) dalam masyarakat. Pertentangan ini bisa
terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok.
Mmisalnya saja pertentangan antara generasi muda dengan generasi tua. Generasi
muda pada umumnya lebih senang menerima unsur-unsur kebudayaan asing, dan
sebaliknya generasi tua tidak menyenangi hal tersebut. Keadaan seperti ini
pasti akan mengakibatkan perubahan dalam masyarakat.
4) Terjadinya pemberontakan atau
revolusi sehingga mampu menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar. Revolusi
yang terjadi pada suatu masyarakat akanm membawa akibat berubahnya segala tata
cara yang berflaku pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Biasanya hal ini
diakibatkan karena adanya kebijaksanaan atau ide-ide yang berbeda. Misalnya,
Revolusi Rusia (Oktober 1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan kekaisaran
dan mengubahnya menjadi sistem diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin
Marxis. Revolusi tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari
tatanan negara hingga tatanan dalam keluarga.
2. External
Factor
Selain internal
factor, pada masyarakat juga dikenal external factor. External
factor atau faktor luar adalah faktor-faktor yang berasal dari luar
masyarakat yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat. Berikut ini
sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari luar masyarakat (sebab
ekstern).
1) Adanya pengaruh bencana
alam. Kondisi ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi
meninggalkan tanah kelahirannya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat
tinggal yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan
lingkungan yang baru tersebut. Hal ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi
perubahan pada struktur dan pola kelembagaannya.
2)Adanya peperangan, baik perang
saudara maupun perang antarnegara dapat menyebabkan perubahan, karena pihak
yang menang biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan kebudayaannya kepada
pihak yang kalah. Misalnya, terjadinya perang antarsuku ataupun negara akan
berakibat munculnya perubahan-perubahan, pada suku atau negara yang kalah. Pada
umunya mereka yang menang akan memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa
dilakukan oleh masyarakatnya, atau kebudayaan yang dimilikinya kepada suku atau
negara yang mengalami kekalahan. Contohnya, jepang yang kalah perang dalam
Perang Dunia II, masyarakatnya mengalami perubahan-perubahan yang sangat
berarti.
3)Adanya pengaruh kebudayaan
masyarakat lain. Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan
perubahan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka
disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan saling
menolak, maka disebut cultural animosity. Adanya proses penerimaan
pengaruh kebudayaan asing ini disebut dengan akulturasi. Jika suatu
kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain, maka akan
muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli dapat
bergeser atau diganti oleh unsur-unsur kebudayaan baru tersebut.
Pengaruh-pengaruh itu dapat timbul melalui proses perdagangan dan penyebaran
agama.
Proses perubahan
sosial yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara cepat atau
lancar, dan dapat pula berlangsung secara tidak cepat atau tidak lancar,
misalnya saja dengan cara yang lambat atau tersendat-sendat. Adapun secara
umum, faktor-faktor yang diperkirakan dapat mendorong
(memperlancar/mempercepat) bagi jalannya proses perubahan sosial itu antara
lain:
a.
Kontak dengan
kebudayaan asing
Kontak dengan kebudayaan dengan masyarakat lain mendorong
terjadinya perubahan sosial, karena kotak budaya menyebabkan terjadinya :
1)
Difusi
Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang
berupa gagasan gagasan keyakinan, hasil-hasil kebudayaan, dan sebagainya dari
individu ke individu lain,dari suatu golongan ke golongan laindalam suatu
masyarakt atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
2)
Akulturasi
Akulturasi dapat diartikan sebagai proses sosial yang timbul
apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan trtentu di hadapkan
dengan unsur-unsur kebudayaan asing sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan
sendiri.
3)
Asimilasi
Merupakan proses interaksi antara dua kebudayaan atau lebih
yang berlangsung secara intensif dalam waktu yang relatif lama sehingga
masing-masing kebudayaaan tersebut benar-benasr berubah dalam wujud yang baru
yang berbeda dengan wujud yang aslinya.
4)
Akomadasi
Merupakan Suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya proses
iinteraksi yang seimbang, baik antara individu dengan individu, antara individu
dengan kelompok, maupun antara kelompok
dengan kelompok sehingga terjadi saling pengertian, saling pemahaman, dan
saling menghormati terhadap keberadaan sistem nilai dan sistem norma yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
b.
Adanya
kontak dengan kebudayaan masyarakat lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah misalnya
diffusion. Difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari
seseorang kepada orang lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh
masyarakat misalnya, dapat diteruskan dan disebarluaskan pada masyarakat lain,
sampai masyarakat tersebut dapat menikmati kegunaan dari hasil-hasil peradaban
bagi kemajuan manusia. Maka proses semacam itu merupakan pendorong bagi
pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayaan-kebudayaan umat manusia.
c.
Adanya
sikap terbuka terhadap karya serta keinginan orang lain untuk maju
Sikap menghargai karya orang lain dan keinginan-keinginan
untuk maju merupakan salah satu pendorong bagi jalannya perubahan-perubahan.
Apabila sikap tersebut telah melembaga, maka masyarakat akan memberikan
pendorong bagi usaha-usaha untuk mengadakan penemuan-penemuan baru. Pemberian
hadiah nobel dan yang sejenisnya misalnya, merupakan pendorong bagi
individu-individu maupun kelompok-kelompok lainnya untuk menciptakan
karya-karya yang baru lagi.
d.
Adanya
Sistem pendidikan formal yang maju
Sistem pendidikan yang baik yang didukung oleh kurikulum
adaptif maupun fleksibel misalnya, akan mampu mendorong terjadinya
perubahan-perubahan sosial budaya. Pendidikan formal, misalnya di sekolah,
mengajarkan kepada anak didik berbagai macam pengetahuan dan kemampuan yang
dibutuhkan oleh para siswa. Di samping itu, pendidikan juga memberikan suatu
nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta
menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Namun
jika dikelola secara baik dan maju, pendidikan bukan hanya sekedar dapat
mengajarkan pengetahuan, kemampuan ilmiah, skill, serta nilai-nilai tertentu
yang dibutuhkan siswa, namun lebih dari itu juga mendidik anak agar dapat
berpikir secara obyektif. Dengan kemampuan penalaran seperti itu, pendidikan
formal akan dapat membekali siswa kemampuan menilai apakah kebudayaan
masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan jamannya atau tidak. Nah,
di sinilah kira-kira peranan atau faktor pendorong bagi pendidikan formal yang
maju untuk berlangsungnya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
e.
Sikap
berorientasi ke masa depan
Adanya prinsip bahwa setiap manusia harus berorientasi ke
masa depan, menjadikan manusia tersebut selalu berjiwa (bersikap) optimistis.
Perasaan dan sikap optimistis, adalah sikap dan perasaan yang selalu percaya
akan diperolehnya hasil yang lebih baik, atau mengharapkan adanya hari esok
yang lebih baik dari hari sekarang. Sementara jika di kalangan masyarakat telah
tertanam jiwa dan sikap optimistis semacam itu maka akan menjadikan masyarakat
tersebut selalu bersikap ingin maju, berhasil, lebih baik, dan lain-lain.
Adanya jiwa dan sikap optimistik, serta keinginan yang kuat untuk maju itupula
sehingga proses-proses perubahan yang sedang terjadi dalam masyarakat itu dapat
tetap berlangsung.
f.
Sistem
lapisan masyarakat yang bersifat terbuka (open stratification)
Sistem stratifikasi sosial yang terbuka memungkinkan adanya
gerak vertikal yang luas yang berarti memberi kesempatan bagi individu-individu
untuk maju berdasar kemampuannya. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin
akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status yang
lebih tinggi. Dengan demikian, seseorang merasa dirinya berkedudukan sama
dengan orang atau golongan lain yang dianggapnya lebih tinggi dengan harapan
agar mereka diperlakukan sama dengan golongan tersebut. Identifikasi terjadi di
dalam hubungan superordinat-subordinat. Pada golongan yang lebih rendah
kedudukannya, sering terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial
yang dimilikinya. Keadaan tersebut dalam sosiologi dinamakan “status-anxiety”.
“Status-anxiety” tersebut menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikkan
kedudukan sosialnya.
g.
Adanya
komposisi penduduk yang heterogen
Pada kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai
latar belakang seperti kebudayaan, ras (etnik), bahasa, ideologi, status
sosial, dan lain-lain, atau yang lebih populer dinamakan “masyarakat heterogen”,
lebih mempermudah bagi terjadinya pertentangan-pertentangan ataupun
kegoncangan-kegoncangan. Hal semacam ini juga merupakan salah satu pendorong
bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.
h.
Nilai
bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya
Nasib manusia memang sudah ditentukan oleh Tuhan, namun
adalah menjadi tugas dan kewajiban manusia untuk senantiasa berikhtiar dan
berusaha guna memperbaiki taraf kehidupannya. Lagipula, menurut ajaran agama
juga ditekankan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu umat (termasuk
individu) selama umat (individu) tersebut tidak berusaha untuk mengubahnya.
Dengan demikian tugas manusia adalah berusaha, lalu berdoa, sedangkan hasil
akhir adalah Tuhan yang menentukannya. Adanya nilai-nilai hidup serta keyakinan
yang semacam itu menyebabkan kehidupan manusia menjadi dinamik, dan adanya
dinamisasi kehidupan inilah sehingga perubahan-perubahan sosial budaya dapat
berlangsung.
i.
Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu
Munculnya ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang
kehidupan tertentu, misalnya adanya pelaksanaan pembangunan yang hanya
menguntungkan golongan tertentu, pembagian hasil pembangunan yang tidak merata,
semakin melebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, dan lain-lain,
dapat menyebabkan terjadinya kekecewaan dalam masyarakat. Bahkan jika dibiarkan
sampai berlarut-larut, hal semacam itu dapat mengakibatkan terjadinya demo
ataupun protes-protes yang semakin meluas, atau bahkan kerusuhan-kerusuhan, dan
revolusi. Dengan demikian adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap
bidang-bidang kehidupan tertentu dapat mendorong bagi bergulirnya
perubahan-perubahan sosial budaya.
Selain
sejumlah faktor-faktor di atas, terjadinya perubahan sosial dapat pula didorong
atau dipercepat karena adanya faktor-faktor intern (dari mayarakat yang
mengalami perubahan) seperti:
- Adanya sikap masyarakat yang selalu terbuka terhadap setiap perubahan.
- Berkembangnya pola pemikiran yang positif terhadap hal-hal yang baru.
- Adanya sikap masyarakat yang selalu menyukai sesuatu yang baru.
- Adanya pengalaman yang luas dari masyarakat yang bersangkutan.
B. Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya
Di
dalam proses perubhan tidak selamanya hanya terdapat faktor pendorong saja, tetapi
juga ada faktor penghambat terjadinya proses perubahan tersebut. Faktor
penghalang tersebut antara lain:
Perkembangan
ilmu pengetahuan yang lambat
Terlambatnya
ilmu pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat tersebut hidup dalam
keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat lain.
Sikap
masyarakat yang tradisional
Adanya
suatu sikap yang membanggakan dan memperthankan tradisi-tradisi lama dari suatu
masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan. Karena adanya anggapan
bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yang sudah ada.
Adanya
kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
Organisasi sosial yang telah
mengenal system lapisan dapat dipastikan aka nada sekelompok individu yang
memanfaatkan kedudukan dalam proses perubahan tersebut. Contoh, dalam
masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Pada
masyarakat yang mengalami transisi, tentunya ada golongan-golongan dalam
masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu
mengidentifikasi diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sulit bagi mereka
untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat
lain.
Hal ini biasanya terjadi dalam suatu
masyarakat yang kehidupannya terasing, yang membawa akibat suatu masyarakat
tidak akan mengetahui terjadinya perkenmbangan-perkembangan yang ada pada
masyarakat yang lainnya. Jadi masyarakat tersebut tidak mendapatkan bahan
perbandingan yang lebih baik untuk dapat dibandingkan dengan pola-pola yang
telah ada pada masyarakat tersebut.
Adanya
prasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Anggapan
seperti inibiasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal yang
pahit dari suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang baru dan berasal
dari masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu masyarakat tersebut
menderita, maka masyarakat ituakan memiliki prasangka buruk terhadap hal yang
baru tersebut. Karena adanya kekhawatiran kalau hal yang baru tersebut diikuti dapat
menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.
Adanya
hambatan yang bersifat ideologis.
Hambatan
ini biasanya terjadi pada adanya usaha-usaha untuk merubah unsur-unsur
kebudayaan rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang bertentangan
dengan ideologi masyarakat yang telah menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat
tersebut.
Adat
atau kebiasaan
Biasanya pola perilaku yang sudah
menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu dipatuhi dan dijalankan dengan
baik. Dan apabila pola perilaku yang sudah menjadi adat tersebut sudah tidak
dapat lagi digunakan, maka akan sulit untuk merubahnya, karena masyarakat
tersebut akan mempertahankan alat, yang dianggapnya telah membawa sesuatu yang
baik bagi pendahulu-pendahulunya.
Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya
proses perubahan tersebut, secara umum memang akan merugikan masyarakat itu
sendiri. Karena setiap anggota dari suatu masyarakat umumnya memiliki keinginan
untuk mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang sudah didapatnya. Hal
tersebut tidak akan diperolehnya jika masyarakat tersebut tidak mendapatkan
adanya perubahan-perubahan dan hal-hal yang baru.
Faktor penghambat dari proses
perubahan social ini, oleh Margono Slamet dikatakannya sebagai kekuatan
pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada di dalam masyarakat. kekuatan
bertahan adalah kekuatan yang bersumber dari bagian-bagian masyarakat yang:
- Menentang segala macam bentuk perubahan. Biasanya golongan yang paling rendah dalam masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka memerlukan kepastian untuk hari esok. Mereka tidak yakin bahwa perubahan akan membawa perubahan untuk hari esok.
- Menentang tipe perubahan tertentu saja, misalnya ada golongan yang menentang pelaksanaan keluarga berencanasaja, akan tetapi tidak menentang pembangunan-pembangunan lainnya.
- Sudah puas dengan keadaan yang ada.
- Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat. Golongan ini pada dasarnya tidak menentang perubahan itu sendiri, akan tetapi tidak menerima perubahan tersebut oleh karena orang yang menimbulkan gagasan perubahan tidak dapat mereka terima. Hal ini dapat dihindari dengan jalan menggunakan pihak ketiga sebagai penyampai gagasan tersebut kepada masyarakat.
- Kekurangan atau tidak tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan diinginkan.
Hambatan
tersebut selain dari kekuatan yang bertahan, juga terdapat kekuatan
pengganggu. Kekuatan pengganggu ini bersumber dari:
- Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat yang bersaing untuk memperoleh dukungan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan, yang dapat mengganggu pelaksanaan pembangunan.
- Kesulitan atau kekomplekkan perubahan yang berakibat lambatnya penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan. Perbaikan gizi, keluarga berencana, konservasi hutan dan lain-lain, adalah beberapa contoh dari bagian itu.
- Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk kekurangan pengetahuan, tenaga ahli, keterampilan, pengertian, biaya dan sarana serta yang lainnya.
KESIMPULAN
Suatu
perubahan social dalam kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang bertindak sebagai pendukung dan penghambat jalannya proses perubahan
social tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam masyarakat itu
sendiri (internal factor) serta juga dapat berasal dari luar lingkupan
masyarakat (External factor). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan
masyarakat berdasarkan arah antara lain, Internal Factor yang didalamnya
terdapat pelbagai faktor, Dinamika Penduduk, Penemuan-penemuan baru, Munculnya
pertentangan, dan Terjadinya Pemberontakan. Sedangkan faktor yang kedua adalah
External Factor, terdiri dari Bencana Alam, Perang dan Kebudayaan masyarakat
lain.
Faktor
pendukung perubahan social antara lain, kontak dengan kebudayaan lain, sistem
pendidikan formal yang maju, sikap menghargai hasil karya seseorang dan
keinginan untuk maju, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang
(deviation), sistem terbuka pada lapisan masyarakat, adanya penduduk yang
heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
dan adanya orientasi ke masa depan.
Faktor
penghambat perubahan social antara lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang
lambat, sikap masyarakat yang tradisional, adanya kepentingan yang telah
tertanam dengan kuatnya, kurangnya hubungan dengan masyarakat lain, adanya
prasangka buruk terhadap hal-hal baru, adanya hambatan yang bersifat ideologis
dan adat atau kebiasaan.
DAFTAR
PUSTAKA
wikan2004.multiply.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar