Kehidupan ekonomi Indonesia
hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang
menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi
adalah sebagai berikut.
Kebijakan ini adalah Pemotongan
nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke
atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri
Keuangan Syafruddin
Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret
1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran
sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak
dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas
menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang
beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan
mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
Sistem
Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng
merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi
yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan
oleh Sumitro
Djojohadikusumo (menteri
perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya
adalah:
- Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan
bangsa Indonesia.
- Para pengusaha Indonesia yang
bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi nasional.
- Para pengusaha Indonesia yang
bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
- Para pengusaha pribumi diharapkan
secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan
dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April
1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia
menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat
tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar.
Kegagalan program ini disebabkan karena :
- Para pengusaha pribumi tidak dapat
bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi
liberal.
- Para pengusaha pribumi memiliki
mentalitas yang cenderung konsumtif.
- Para pengusaha pribumi sangat
tergantung pada pemerintah.
- Para pengusaha kurang mandiri untuk
mengembangkan usahanya.
- Para pengusaha ingin cepat
mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
- Para pengusaha menyalahgunakan
kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka
peroleh.
Dampaknya adalah program ini
menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada
1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya
sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan
bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan
ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen
yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
Seiring meningkatnya rasa
nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus
dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan
pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara
drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan
pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24
tahun 1951.
Sistem
Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba
diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari
program ini adalah:
- Untuk memajukan pengusaha pribumi.
- Agar para pengusaha pribumi
bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
- Pertumbuhan dan perkembangan
pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional.
- Memajukan ekonomi Indonesia perlu
adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha
pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non
pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung
jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki
jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu
bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat
berjalan dengan baik sebab:
- Pengusaha pribumi kurang pengalaman
sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari
pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam
memperoleh bantuan kredit.
- Indonesia menerapkan sistem Liberal
sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
- Pengusaha pribumi belum sanggup
bersaing dalam pasar bebas.
Persaingan
Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin
Harahap dikirim delegasi
ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi
antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak
Agung Gde Agung. Pada
tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang
berisi:
- Persetujuan Finek hasil KMB
dibubarkan.
- Hubungan Finek Indonesia-Belanda
didasarkan atas hubungan bilateral.
- Hubungan Finek didasarkan pada
Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara
kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak
mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak.
Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan
diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956,
akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya
adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha
pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa
liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan
ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan
ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya
merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II,
pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro
Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir.
Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara
tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957
sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan
(Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan
baik disebabkan karena :
- Adanya depresi ekonomi di Amerika
Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958
mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
- Perjuangan pembebasan Irian Barat
dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
menimbulkan gejolak ekonomi.
- Adanya ketegangan antara pusat dan
daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya
masing-masing.
Musyawarah
Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi
ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara
waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan
diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan
rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja
rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
- Adanya kesulitan dalam menentukan
skala prioritas.
- Terjadi ketegangan politik yang tak
dapat diredakan.
- Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Hal ini membutuhkan biaya besar
untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit
Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah
Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
Orde
Baru
Selama lebih dari 30 tahun
pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan
sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah
menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai
melalui bantuan asing.
Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah
ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk
meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP
nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai
ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi
Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk
menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan
peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan
pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan
oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan
domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.
Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon
pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga
domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya.
Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang
diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan
ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan
monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih
belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden
Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998.
Pasca
Suharto
Di bulan Agustus 1998, Indonesia
dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.
Pada 2010 Ekonomi Indonesia
sangat stabil dan tumbuh pesat. PDB bisa dipastikan melebihin Rp 6300 Trilyun [1] meningkat lebih dari 100 kali lipat dibanding PDB
tahun 1980. Setelah India dan China, Indonesia adalah negara dengan ekonomi
yang tumbuh paling cepat di antara 20 negara anggota Industri ekonomi terbesar
didunia G20.
Ini adalah tabel PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia dari tahun ke tahun[2] oleh IMF dalam juta rupiah.
Tahun
|
PDB
|
|
1980
|
60,143.191
|
|
1985
|
112,969.792
|
|
1990
|
233,013.290
|
|
1995
|
502,249.558
|
|
2000
|
1,389,769.700
|
|
2005
|
2,678,664.096
|
|
2010
|
6,422,918.230
|
|
Kajian
Pengeluaran Publik
Sejak krisis keuangan Asia pada
akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan
Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis
keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan
yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat
secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.
Saat ini, satu dekade kemudian,
Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi
negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang
berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga
cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui
"perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih
dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke
pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun
2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi
minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas
makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik
bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi
lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi
minyak.
Keputusan tersebut memberikan
US$10 miliar [4] tambahan untuk pengeluaran bagi program
pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 miliar [5] telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan
pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara
keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini
berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 miliar [6] ekstra untuk dibelanjakan pada program
pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar
sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan
tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan
yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan
keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai
hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.
Walaupun demikian, sementara
Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber
keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan
untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan
beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi
pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 miliar [7] dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar
15 persen dari anggaran total.
Berkat keputusan pemerintahan
Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada
pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang
meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi
dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen [8] dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat
desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.
Dengan tingkat desentralisasi di
Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia
mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang
terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan
daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah
lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga
memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam
melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan
penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana
publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat
mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia
kedepannya.
Sebagai contoh, sementara
anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen [9] dari total belanja publik- mendapatkan alokasi
tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9 persen [10] dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan
hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001[11] - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih
dibawah 1.0 persen dari PDB [12]. Sementara itu, investasi infrastruktur publik
masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada
tingkat 3.4 persen dari PDB [13]. Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini
adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai
sebesar 15 persen pada tahun 2006 [14], menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan
atas sumber daya publik.
Referensi
2. PERKEMBANGAN PERUBAHAN SOSIAL
BUDAYA PASCA PROKLAMASI
Pasca proklamasi kemerdekaan
Indonesia, banyak terjadi perubahan sosial budaya yang ada di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan sebelum kemerdekaan di
proklamirkan, di dalam kehidupan bangsa Indonesia ini telah terjadi
diskriminasi rasial dengan membagi kelas-kelas masyarakat. Yang mana masyarakat
di Indonesia sebelum kemerdekaan di dominasi oleh warga Eropa dan Jepang,
sehingga warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang kebanyakan hanya menjadi
budak dari bangsawan atau penguasa.
Tetapi setelah 17 agustus 1945
segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan
semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam segala bidang.
Salah satu tujuan bangsa Indonesia
yang telah dicanangkan sejak awal adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan
adanya landasan itulah yang menjadikan misi utama yaitu menitik beratkan
pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana telah di pelopori oleh Ki Hajar
Dewantara yang mana di cetuskan menjadi Bapak pendidikan yang juga menjabat
sebagai menteri pendidikan pada masa pasca kemerdekaan 1945.
Melalui media pendidikan tersebut,
menjadikan banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai sektor
kehidupan terutama di bidang sosial dan budaya. Ini merupakan sebuah wujud dari
langkah awal masyarakat Indonesia untuk mampu mencapai suatu pembangunan
setelah sekian lama dijajah oleh bangsa lain. Pendidikan pada saat itu menjadi
prioritas utama yang dianggap mampu memberikan kemajuan untuk menghasilkan
kader-kader bangsa yang berintelektual demi membangun Indonesia.
Dilihat dari perkembangannya,
perubahan-perubahan yang terjadi cukup signifikan. Pola pikir masyarakat mulai
berubah karena adanya keinginan untuk merubah kehidupan sehingga lebih maju.
Pergantian sistem pemerintahan dari
waktu ke waktu di Indonesia dari sistem pemerintahan demokrasi parlementer,
demokrasi terpimpin, orde lama, orde baru hingga masa reformasi memberikan
pengaruh terhadap perkemabangan perubahan sosial budaya yang terjadi di
Indonesia. Penyesuaian terhadap sistem tersebutlah yang mengakibatkan
masyarakat melakukan perubahan-perubahan.
Setelah pencetusan kemerdekaan yang
dilakukan oleh Indonesia, keberadaan dari Negara Indonesia lambat laun diakui
oleh Negara-negara lain di dunia. Mereka memberikan partisipasi dengan
menyatakan akan pengakuan dengan keberadaan Negara Indonesia. Ini menjadikan
adanya peningkatan akan kontak terhadap masyarakat lain dan budaya lain yang
mampu mempererat tali persaudaraan. Keterbatasan kontak masyarakat Indonesia
dengan masyarakat yang lain saat sebelum kemerdekaan, kini tidak lagi ada
keterbatasan.
Media informasi untuk menyebarkan
berita-berita mengenai kemerdekaan Indonesiapun telah mengalami banyak perkembangan.
Dari media informasi elektronik (radio, televisi) maupun media cetak (Koran,
majalah, selebaran, poster,dsb) telah lebih bebas untuk menyebarkan berita
kemerdekaan sehingga mampu dicapai keseluruh pelosok masyarakat Indonesia
walaupun memang masih terlampau sangat minim sekali. Interaksi-interaksi
yang terjadi dengan kebudayaan masyarakat lain dapat memberikan pengaruh bagi
suatu masyarakat yang menjalin interaksi tersebut. Banyak reaksi dari
masyarakat dari adanya interaksi tersebut, ada yang menolak dan akhirnya
melakukan perlawanan, ada yang menyeleksinya terlebih dahulu yang kemudian
menyerap unsure-unsur budaya yang sesuai.
Pembangunan-pembangunan untuk
memberikan kontribusi dalam kemerdekaan Indonesia dilakukan secara bertahap.
Pembangunan-pembangunan tersebut dilakukan baik pembangunan fisik maupun
pembangunan non fisik. Pembangunan adalah suatu proses, akan terkait dengan
mekanisme sistem atau kinerja suatu sistem. Menurut Soerjono Soekanto
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dan dikehendaki.
Setidak-tidaknya pembangunan pada umumnya merupakan kehendak masyarakat yang
terwujud dalam keputusan-keputusan yang diambil oleh para pemimpinnya, yang
kemudian disusun dalam suatu perencanaan yang selanjutnya dilaksanakan.
Pembangunan adalah proses perubahan
yang meliputi seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, pendidikan,
lembaga dan tekhnologi dan budaya untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Pembangunan di bidang sosial budaya senantiasa mendasarkan pada
nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
beradab. Pembangunan bidang sosial budaya menghindarkan segala tindakan yang
tidak beradab, dan tidak manusiawi. Dalam proses pembangunan haruslah selalu
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri sebagai nilai
dasar yaitu nilai-nilai Pancasila. Perlu diperhatikan etika kehidupan berbangsa
yang bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali
sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling
mencintai, dan saling menolong di antara sesama manusia. Perlu pula
ditumbuhkembangkan kembali budaya malu, yaitu malu berbuat kesalahan dan semua
yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
pembangunan yang dilaksanakan mampu mengubah dan mengembangkan sosial budaya
yang ada dikehidupan masyarakat. Perubahan- perubahan yang dihasilkan dari
pembangunan tersebut membawa kehidupan masyarakat ke hal yang lebih positif.
Pembangunan akan memberikan pengaruh yang besar akan berbagai perubahan yang
ada disekitar kita. Pembangunan yang dilakukan tersebut misalnya pembangunan
yang menyangkut bidang politik dan administrasi. Pembangunan-pembangunan yang
direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah diwujudkan melalui
program-program pembangunan seperti PELITA maupun REPELITA.
Dengan terbebasnya Indonesia dari
penjajahan asing, juga memberikan kebebasan yang lebih leluasan kepada rakyat
Indonesia yang ditindas. Rakyat yang sebelumnya dipekerjakan rodi untuk
kepentingan pemerintahan asing, kini dapat memulai hidupnya lebih baik lagi.
Mereka tidak perlu lagi bekerja dengan terpaksa. Rakyat dapat kembali bekerja
di sektor masing-masing seperti yang awalnya menjadi petani, pedagang. Dan
dengan hasil dari pertanian tersebut, masyarakat dapat menjualnya dipasar tanpa
harus membayarkan pajak terlebih dahulu kepada pihak asing.
Perekonomian menjadi terlepas dari
keterikatan asing. Walaupun pada awalnya kondisi perekonomian yang pada saat
itu masih mengalami keterpurukan setelah kemerdekaan. Inflasi yang terjadi
karena pemerintah belum mampu mengendalikan peredaran uang asing yang beredar
di Indonesia. Adanya aksi blockade ekonomi oleh Belanda mengakibatkan
masyarakat Indonesia terasing dan tidak mampu untuk meningkatkan sandang,
pangan dan papan sebagai kebutuhan dari masyarakat Indonesia sehingga
persaingan untuk memenuhi kebutuhan hiduppun tidak dapat dihindari.
Keadaan yang ada di Indonesia juga
tampak lebih aman daripada sebelum kemerdekaan dicetuskan, walaupun memang
masih banyak pemberontakan dan penindasan yang dilakukan oleh asing terhadap
rakyat Indonesia kerena memang masih adanya pengaruh asing. Dengan keadaan
Indonesia yang lebih aman dari sebelum kemerdekaan, memberikan pengaruh positif
bagi masyarakat Indonesia yaitu untuk melakukan perubahan sosial budaya dengan
lebih leluasa dan terbebas dari asing. Rakyat Indonesia yang tadinya
dipekerjakan paksa oleh penjajah, kini menjadi berani untuk melakukan
perlawanan demi memperjuangkan haknya karena Indonesia telah merdeka sehingga
rakyat Indonesia dapat melakukan perubahan keadaan dirinya sehingga lebih
sejahtera.
Selain itu, dengan adanya
peraturan-peraturan dan dasar yang dimiliki Indonesia, membuat kehidupan rakyat
Indonesia lebih teratur karena terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang
terkandung di dalamnya. Peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah
tersebut,mampu menertibkan masyarakat untuk lebih teratur dalam menjalankan
kehidupannya agar tidak menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma yang ada di
dalam masyarakat..
Hal-hal tersebut di atas adalah
perubahan-perubahan sosial budaya saat setelah proklamasi. Perubahan-perubahan
sosial pasca proklamasi dalam jangka panjang yaitu perubahan sosial budaya yang
terjadi hingga saat ini yaitu perubahan-perubahan sosial budaya akibat adanya
westernisasi, modernisasi, dan globalisasi. Westernisasi adalah suatu
proses peniruan oleh masyarakat atau negara tentang kebudayaan dari
budaya-budaya barat yang dianggap lebih baik dari kebudayaan negara sendiri
atau westernisasi adalah arus besar dalam dimensi politik, sosial, budaya,
pengetahuan dan seni untuk mengubah karakter kehidupan bangsa-bangsa di sunia
secara umum dan negara-negara islam khususnya menjadi paham-paham barat.
Westernisasi mutlak sebagai pembaratan. Westernisasi terjadi karena
perkembangan masyarakat modern terjadi di dalam kebudayaan barat dan disajikan
dalam bentuk barat. Westernisasi pada umumnya suatu bentuk kebebasan yang
tidak lagi memperdulikan norma-norma yang masih melekat pada masyarakat. Selain
itu westernisasi menuju kearah sekularisasi. Sekulerisasi yaitu suatu proses
pemisahan antara nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kepentingan duniawi
sehingga sekulerisasi merupakan semacam ideologi yang menganggap bahwa hidup
ini adalah semata-mata untung kepentingan dunia saja. Contohnya terhapusnya
karakter seorang muslim dari dalam jiwa mayoritas umat Islam yang berubah
menjadi berpola hidup seperti di masyarakat Eropa.
Hal lain yang mempengaruhi adanya
perubahan sosial budaya yaitu modernisasi. Modernisasi adalah suatu proses
trasformasi dari suatu perubahan kearah yang lebih maju atau meningkat dalam
berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Gejala modernisasi biasanya terjadi
pada bidang IPTEK, politik dan ideologi, ekonomi, agama, budaya, dan sosial. Contoh
dari modernisasi adalah perubahan sistem pendidikan, terdesaknya budaya
tradisional karena masuknya budaya luar sehingga budaya asli menjadi semakin
pudar, munculnya kelompok-kelompok baru dalam masyarakat, dsb.
Globalisasi juga mengakibatkan
adanya perubahan sosial budaya dalam masyarakat Indonesia pasca proklamasi
dalam jangka panjang. Globalisasi adalah karakteristik hubungan antara
penduduk bumi yang melampaui batas-batas konvensional seperti bangsa dan
negara. Globalisasi ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia
Afrika dan juga menyebarkan nilai-nilai agama, sosial, budaya dll yang kini
telah dilakukan oleh seluruh negara di dunia, ditandai dengan ekplorasi dunia
secara besar-besaran oleh bangsa Eropa didukung dengan terjadinya revolusi
industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. Contohnya yaitu
perdagangan global yang dilakukan oleh masyarakat dunia tanpa adanya batasan
sehingga menimbulkan suatu persaingan-persaingan antara perdagangan dalam
negeri dengan perdagangan luar negeri yang masuk ke suatu negara. Hal ini
mengakibatkan masyarakat Indonesia harus berjuang keras dalam bersaing dengan
masyarakat dunia dan masyarakat Indonesia juga harus mampu menjaga akan
budaya-budaya Indonesia yang tradisionil agar tidak hilang karena adanya
globalisasi yang masuk ke indonesia.
Sesungguhnya banyak hal yang
ditimbulkan dari hal terebut di atas yang mempengaruhi akan perkembangan sosial
budaya di Indonesia baikmdampak positif maupun dampak negatifnya. Dampak
Negatif dari adanya westernisasi, pembangunan, modernisasi dan globalisasi
antara lain yaitu:
- Adanya Urbanisasi yaitu dengan adanya daya tarik
ekonomi, daya tarik sosial, daya tarik pendidikan, daya tarik budaya
membuat masyarakat melakukan urbanisasi yang menimbulkan munculnya
berbagai permasalahan baru seperti banyaknya pengangguran, berkurangnya
penduduk desa, banyak sawah yang tidak terurus, hasil panen menurun,
tingkat kesejahteraan menrun, dsb.
- Kesenjangan Sosial Ekonomi yaitu terjadi karena kurang
adanya kesempatan untuk memperoleh sumber pendapatan, kesempatan kerja dan
usaha serta kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan sehingga
terjadilah kesenjangan sosial ekonomi. Yang kaya semakin kaya, yang miskin
semakin miskin.
- Pencemaran Lingkungan Alam. Contohnya yaitu dengan
adanya industri, terkadang limbahnya tidak diolah sehingga pencemaran
lingkungan terjadi yang membahayakan keadaan alam sekitar. Selain itu
seperti penggunaan pupuk kimia oleh petani yangsecara terus menerus dapat
mengakibatkan kerusakan struktur tanah.
- Kriminalitas. Adanya masalah-masalah sosial yang
timbulkan dapat menyebabkan atau memicu kriminalitas. Tekanan sosial dalam
proses modernisasi yang semakin berat seperti sikap hedonisme
mendorong orang untuk mencari jalan pintas dengan melakukan tindakan
kriminal.
- Lunturnya eksistensi Jati Diri Bangsa. Berkembangnya
teknologi informasi melalui situs internet membuat seluruh warga di dunia
dapat menikmati informasi den.gan mudah tanpa dapat dikontrol oleh negara.
Kebudayaan lokal juga mulai tergeser dengan masuknya budaya asing.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia